Sabtu, 29 Juni 2013

SEJAK KAPAN JEJAK KAKI telanjang tak bersepatu sampai datangnya trem-trem melaju dengan asap-asapnya dimaknai sebagai kebudayaan sehari-hari yang menarik dikaji dan ditelusuri wajahnya dalam teks sejarah?

Rudolf Mrazek-lah yang mampu mengurai hal remeh temeh ini ke dalam teks teknologi yang nasionalisme tersembunyi mengendap-ngendap keluar dalam bingkai besar koloni/kolonialisme.

Persis yang digambarkan Bre Redana dalam pengantar buku ini, Mrazek coba merayakan hal-hal kecil, trivis, memperlakukan teks dengan cermat serta menempatkan bahasa dalam substansi kehidupan.


Perkembangan trem-trem, munculnya pencacahan penduduk dengan adanya dakstilopati, menjadi ciri dimana perkembangan kebudayaan, perubahan akibat perkembangan ilmu pengetahuan berupa hadirnya lampu-lampu penerang, menara-menara, cermin,  sampai berubahnya gaya hidup ditampilkan Mrazek dengan kesaksian-kesaksian para insinyur misalnya Maclaine Pont atau Mas Marco.

Begitu pula hadirnya kaum pesolek lainnya  yang menunjukan perubahan gaya berpakaian dimaknai sebagai kaum insinyur yang unggul.  Tanda di mana zaman modern mulai menapaki kaki, merangkul negeri koloni.

Kenang-mengenang kehadiran teknologi itu pun disertai dengan penuturan dari Pramoedya Ananta Toer sebagai tokoh yang mengungkapkan betapa hindia belanda ataupun belanda itu sendiri  muncul maknanya di pengalaman-pengalaman hidup dibalut dengan keinginan kecilnya menjadi insinyur teknik elektro.

Betapa Pram memaknai radio menjadi kata kunci memahami kenangan dan pengalamannya dalam memaknai Indonesia  merdeka dalam nuansa bebas ataupun  penjara.

Betul,  “Hanya Si Tuli yang bisa mendengar dengan baik!

Posted on Sabtu, Juni 29, 2013 by Rianto

No comments

Senin, 24 Juni 2013


Sebanyak 142 mahasiswa dari 40 perguruan tinggi se-Jabodetabek mendapat kesempatan langka untuk mengikuti Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa (PJBM) II. Peserta mendapatkan kesempatan untuk mencicipi asyiknya menjadi jurnalis bulutangkis. Acara yang didukung oleh Bakti Olahraga Djarum Foundation, PP PBSI, dan Tabloid Bola ini mendapat antusias yang tinggi dari mahasiswa.
 
Acara yang diadakan mulai tanggal 4, 11, 30 Mei 2013 ini pun bertujuan untuk terus mempopulerkan bulutangkis. Kehadiran Ricky Soebagdja yang dikenal sebagai mantan  pemain bulutangkis kebanggaan Indonesia ini pun menjadikan suasana pelatihan menjadi gelegar

Ricky Hadir bukan sebagai pemain bulutangkis, kini ia menjabat  sebagai Kasubid Humas dan Media Sosial PBSI. Ricky memaparkan mengenai perkembangan bulutangkis Indonesia yang menurutnya harus  disambut sebagai “Era kebangkitan bulu tangkis Indonesia”, ungkapnya serius.

Peserta PJBM II, Kompas Gramedia (6/5)
Tabloid Bola pun menurunkan Broto Happy untuk mengisi materi di PJBM II ini. Jurnalis kawakan ini mengisi dasar-dasar peliputan bulutangkis. Hadir pula Fotografer, Erli Bahtiar memberikan kepada peserta kisi-kisi memotret atlit bulutangkis.

Sabtu (11/5) mahasiswa mendapatkan kesempatan mempraktikan ilmu jurnalistiknya meliput langsung atlit bulutangkis di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur. 

Pak Gita Wirjawan selaku ketua PP PBSI pun turut hadir unutk memberikan motivasi kepada peserta sebelum turun meliput ke lapangan.   

“Jika korea mampu menjadikan gangnam sebagai produk kemajuan, maka bulutangkis sebagai gangnam-nya indonesia” ungkap Pak Gita.

Para peserta harus membuat tiga tulisan berupa liputan tentang pelatnas, esai tentang badminton/pelatnas dan satu profil dari salah satu atlit bulutangkis. Mereka pun dibagi ke beberapa kelompok berdasarkan nama olimpiade kejuaran bulutangkis saat meliput.
Mereka pun diperbolehkan untuk meliput ataupun mengambil gambar saat atlit berlatih. Asalkan saat memotret jangan menggunakan flash. Karena akan mengganggu atlit bulutangkis yang akan berlatih.
Banyak sekali atlit Pelatnas Cipayung yang terkenal sedang berlatih. 

Sebut saja Tontowi Ahmad, Firdasari, ataupun atlit Piala Sudirman seperti Tomy Sugiarto ataupun Hayom Rumbaka. Kesempatan langka itupun tak disia-siakan oleh peserta pelatihan. Sesaat selesai latihan, peserta pun langsung mengerumbungi para atlit untuk mewancarai ataupun sekadar foto-foto. 
Kelompok Olimpiade Athena mendapatkan kesempatan menarik untuk mewawancari pasangan emas Ricky Soebagdja dan Rexy Mainaki serta Hayom Rumbaka pada saat Konferensi Pers. Kemesraaan Ricky dan Rexy terbalut kembali saat menceritakan momen-momen terbaiknya saat menjadi atlit.
“Saya setuju dengan Ricky, Olimpiade Atlanta 1996 merupakan momen terbaik”, ucap Rexy, ia pun menambahkan “Namun pada prinsipnya ada momen yang lebih terbaik”, ucapnya serius.
Pasangan Emas, Rexy dan Ricky, Cipayung (11/5)
Mei 1992 saat Thomas Cup di Kuala Lumpur Malaysia pasangan emas ini kalah rubber set dari pebulutangkis Malaysia Cheah Soon Kit dan Soo Beng Kiang yang ke enam kalinya. 
Pada saat itu Rexy berkomitmen pada Ricky bahwa harus mengalahkan mereka di tempat yang sama. Desember, kesempatan hadir pada Final World Badminton Grandprix Malaysia 1992.                                                                                          
                                                 
“Kami mengalahkan mereka dua set langsung”, tegas Rexy disambut tepuk tangan peserta yang hadir. Hayom pun menambahkan “Setiap momen kemenangan, pokoknya momen terindah”, tandasnya.

Saat acara berlangsung banyak sekali hadiah yang diberikan oleh panitia. Kaos–kaos dari atlit bulutangkis seperti Liliana Natsir, Firdasari ataupun Rumbaka menjadi hadiah kuis yang meramaikan acara. Tentunya yang paling ditunggu-tunggu adalah pengumuman 10 peserta terpilih akan meliput langsung kejuaraan Indonesia Open Djarum Premier Super  Series di Senayan Jakarta, 10-16 Juni. Tabik!


  

Posted on Senin, Juni 24, 2013 by Rianto

No comments